Makassar News
Artikel Aswar Hasan, dosen komunikasi FISIP Unhas dan Ketua KPID Makassar, terkait HUT VI Tribun Timur, Makassar. Artikel ini juga dipublikasikan Tribun Timur edisi cetak.
Ketika Tribun Timur Bukan Koran Biasa
TRIBUN TIMUR
Kamis, 11 Februari 2010 | 05:34 WITA
Koran yang baik, bagaikan anak bangsa yang berbicara kepada sesamanya” (Arthur Miller) MEMBACA catatan HUT VI Tribun Timur dari Dahlan, Pemimpin Redaksi Tribun Timur, bahwa setelah enam tahun berkiprah koran Tribun Timur bukanlah Koran. Tribun Timur memang bukan lagi sekadar Koran dalam pengertian koran dengan konsep konvensional yang bertumpu pada mesin cetak dengan arus informasi berita one way (satu arah), dan terdukung oleh pekerja media beserta reporter yang terikat secara struktural dari perusahaan yang menerbitkan Tribun Timur sebagai media cetak harian yang terbit setiap pagi.
Sejak Tribun Timur terbit secara oneline, konsep harian yang terbit setiap pagi atau sore sebagaimana ritual media cetak konvensional selama ini, menjadi perlu direvisi. Tak pelak lagi, definisi koran yang saya kuliahkan di perguruan tinggi menjadi berubah. Betapa tidak, karena koran yang didefinisikan sebagai media yang terbit secara berkala, tidak bisa lagi dipertahankan. Sekarang ini, kita setiap saat sudah bisa membaca (mengakses) informasi berita koran online Tribun yang muncul sesuai urgensi peristiwanya, dan tidak lagi berdasarkan limitasi waktu.
Tidak hanya definisi koran yang berubah akibat ulah inovasi Tribun Timur, tetapi juga teori media, khususnya tentang teori agenda setting. Jika teori agenda setting dalam hal bagaimana merumuskan agenda media yang intinya menyatakan bahwa apa yang dianggap penting oleh media akan menjadi penting bagi publik, kini terpaksa juga harus berubah. Hal itu disebabkan, karena informasi atau berita yang diekspose oleh Tribun tidak lagi sepenuhnya berasal dari pekerja media Tribun tentang apa yang menurut mereka penting untuk ketahui publik, tetapi juga sudah berasal dari publik itu sendiri, khususnya melalui citizen reporter, Facebooker, Twitter, terutama dalam rubric Public Service. Jadi, media tidak lagi secara sepihak dan serta merta mendefinisikan apa yang penting menurut mereka untuk publik ketahui, tetapi publik telah turut serta mendefinisikan tetang hal yang penting untuk diketahui oleh publik itu sendiri. Dalam pada itu, maka sesungguhnya, Harian Tribun Timur telah memasuki era konvergensi media tidak saja secara teknologi, tetapi juga secara sosial.
KONVERGENSI MEDIA
Konvergensi media mengusung konsep penyatuan berbagai layanan informasi dalam satu piranti informasi untuk proses komunikasi. Telah terjadi gebrakan digitalisasi informasi yang tak terbendung. Informasi berkembang dengan sangat cepat dan tanpa ada batas yang bisa menghalangi seorang individu atau masyarakat untuk mengaksesnya.
Sangat boleh jadi, suatu saat media konvensional, misalnya media cetak, bukan tidak mungkin akan mati di masa mendatang. Hal itu terjadi, karena media cetak pada akhirnya tidak bisa memenuhi kebutuhan informasi yang semakin cepat, dimana media cetak konvensional tersebut, masih terbelenggu dalam hal keterbatasan akses dan penyebaran secara serentak, pervasive, setiap saat, dan akesible.
Olehnya itu, ke depan, media harus mampu menyesuaikan diri khususnya ketika semua orang berbondong-bondong untuk memilih media digital yang lebih efisien untuk mendapatkan informasi. Jika sudah demikian, maka secara otomatis segala macam bentuk periklanan juga akan beralih ke media digital karena tuntutan dari konsumen tersebut. Sudah tentu, media tidak harus terus diam melihat perubahan yang terjadi pada arus informasi tersebut seperti katak dalam tempurung. Mau tak mau, media secara positif harus menerima segala perubahan yang terjadi dengan pikiran yang lebih terbuka untuk untuk bisa lebih beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi yang sudah semakin tak terbendung itu.
Hampir dapat dipastikan, bahwa ke depan, media percetakan klasik akan tersaingi dengan banyaknya konten online yang banyak tersedia di internet yang kian dapat diakses melalui banyak perangkat bergerak.
Konten digital itu tidak hanya dapat diakses melalui komputer besar, namun juga PDA atau perangkat bergerak lainnya yang relatif kecil seperti hanphone, sehingga menggantikan peran buku atau majalah yang bisa dibaca dimanapun.
Demikian pula halnya dengan industri periklanan harus segera berpikir ulang dengan adanya berbagai perangkat yang mampu memblokir iklan, misalnya alat perekam TV yang mampu mendeteksi slot iklan atau piranti penjelajah internet yang mampu meniadakan tampilan iklan. Industri periklanan perlu membuat inovasi di tengah banyaknya produk dan layanan baru yang berkembang memanfaatkan konvergensi digital yang berbasis internet. Sekarang ini, prosentase pengguna dunia maya melalui internet di Indonesia, ada 25 juta atau sekitar 10 persen dari penduduk Indonesia. Akan tetapi, jumlah tersebut terus mangalami peningkatan yang spektakuler dengan perkiraan peningkatan sekitar seribu persen.
Adaptasi-Inovasi
Media massa cetak ke depan, sebagaimana halnya media cetak Tribun Timur yang ada saat ini, mau tak mau harus beradaptasi dengan melakukan inovasi jika masih ingin eksis dan fungsional di tengah masyarakat yang semakin cepat berubah. Dalam pada itu, maka menarik untuk menyimak pandangan Anggota Dewan Pembina Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) Djafar Assegaf, yang menyatakan bahwa konsep konvergensi media di Indonesia akan mulai ramai dijalankan di tahun 2010. Dia menuturkan, bahwa trend konvergensi media akan ditandai dengan peralihan bentuk koran atau media cetak ke dalam bentuk media digital atau online. ”Konvergensi media di tahun 2010 ke depan, akan berjalan dengan amat pesat dan ini akan mengubah pola konsumsi khalayak terhadap informasi, hiburan, dan data yang didapat secara seketika. Dengan demikian, ketika Tribun Timur mengambil langkah perubahan dengan inovasi mulai berkonvergensi dengan media online tanpa merasa takut media cetak yang saat ini sebagai base bisnisnya tertinggal oleh pembacanya yang baru, maka sesungguhnya itu sudah merupakan langkah yang berani dan sekaligus cerdas. Kecerdasan itu, bisa saja dalam aspek curi start untuk secara lebih dini membentuk komunitas pembacanya yang baru, sekaligus secara lebih dini melakukan adaptasi baru dengan media barunya, manakala pada saatnya media cetak yang ada saat ini, benar-benar mulai ditinggalkan pembacanya.
Hanya saja memang, setiap inovasi dan adaptasi, pasti memerlukan waktu dan ruang baru untuk menjadikannya sebagai habit yang berterima di masyarakat. Tetapi yang pasti, hanya yang mampu secara pleksibel adaptif, kreatif dan berani yang berhasil keluar sebagai pemenang. Bahwa apakah dan akankah Tribun Timur yang memenangkan kompetisi tersebut? Kita tunggu saja. Selamat HUT VI. Semoga semakin lebih interaktif dan akrab di masyarakat, karena sebagaimana kata Arthur Miller, koran yang baik, bagaikan anak bangsa yang berbicara kepada sesamanya. Wallahu A’ lam Bisshawwabe.
Dahlan Dahi dan Marissa Haque
6 years ago
No comments:
Post a Comment